Kawasan Kumuh dan Padat Penduduk di Bantaran Kali Code, Kota Yogyakarta
Topik : Permasalahan Struktural
Tantangan : Kawasan Kumuh
dan Padat Penduduk (Slum Area) di Bantaran Kali Code, Kota Yogyakarta
Hasil Observasi :
Latar Belakang Tantangan :
Isu kualitas lingkungan hidup di Indonesia menjadi salah satu bahasan menarik untuk diangkat dan dibahas. Permasalahan mengenai kualitas lingkungan hidup ini dapat bersumber dari banyak hal, salah satunya adalah akibat dari munculnya kawasan kumuh dan padat penduduk (slum area). Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang memiliki nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKHL) yang cenderung rendah dan mengalami ketidakstabilan tiap tahunnya yakni sebesar 61,69 pada tahun 2018, mengalami penurunan sebesar 0,64 menjadi 61,05 pada tahun 2019 dan sedikit mengalami peningkatam sebesar 0,5 pada tahun 2020 (KLHK, 2020). Data ini menunjukkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang belum optimal dan stabil dalam hal penataan lingkungan dan kualitas hidup masyarakatnya. Ketidakstabilan indeks kualitas lingkungan hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak bisa lepas dari keberadaan kawasan padat dan kumuh di sepanjang bantaran Kali Code yang membentang terutama di daerah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul.
Secara
geografis, keberadaan Kali Code sangatlah penting di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta karena kali ini melewati pusat kota dan pusat-pusat aktivitas masyarakat
seperti Kraton Yogyakarta, kawasan wisata dan perdagangan Malioboro, pusat
perdagangan Pasar Beringharjo, hingga instansi pemerintahan Kotamadya dan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal inilah yang mendasari tingginya
tingkat pertumbuhan penduduk di daerah bantaran Kali Code karena pertimbangan
dalam memilih lokasi yang dekat dengan pusat aktivitas dan ekonomi. Bahkan,
laju migrasi yang tinggi pun dari daerah lain yang memilih bermukim di Kawasan
Kali Code semakin membuat padat kawasan ini. Menurut data dari Kependudukan
Provinsi DI Yogyakarta (2020), Kali Code yang semula menjadi salah satu daerah
konservasi sungai kini menjadi daerah permukiman penduduk yang sangat padat
dengan dihuni oleh 123.740 jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 14.272 jiwa/km2,
lalu dari total titik kemiskinan di DI Yogyakarta, 65% berada di bantaran Kali
Code.
Seiring
dengan padatnya penduduk yang bermukim di bantaran Kali Code, perilaku
masyarakat di sekitar bantaran Kali Code mulai berpengaruh kepada kebersihan
dan keindahan kali. Hal ini disebabkan
adanya kebiasaan membuang sampah ke bantaran kali hingga menumpuk dan mencemari
lingkungan dan juga kebiasaan mendirikan rumah kumuh tidak layak huni di
sepanjang Kali Code. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap masyarakat yang
bermukim di bantaran kali karena menjadikan lingkungan yang kotor, tidak sehat,
dan kecenderungan rawan erosi yang dapat membahayakan, mengganggu kenyamanan,
keindahan, serta juga kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, permasalahan ini
harus diatasi dengan cara yang tepat dan menguntungkan segala pihak.
Mari
kita menilik permasalahn ini dengan VUCA. VUCA sendiri adalah analisis dari sebuah
masalah/tantangan yang harus bisa dihadapi, dimana perubahan terjadi sangat
cepat, tidak terduga, dan dipengaruhi oleh banyak factor yang sulit dikontrol.
Istilah ini banyak dipakai dalam dunia bisnis dan ekonomi, tetapi ternyata juga
sangat berhubungan dengan kehidupan sekarang.
1. Volatility : Lingkungan yang
berubah cepat dan dalam skala besar.
Dalam hal ini, keinginan
masyarakat untuk memperbaiki hidupnya dimana mereka menganggap akan mudah
mendapat pekerjaan dan mudah untuk mendapatkan uang ketika mereka berada di
kota apalagi berada di tempat yang strategis. Banyak pekerjaan yang hanya
ditemukan di kota yang dinilai lebih memadai dari segi fasilitas dan sarananya.
Namun, muncul masalah, mereka tidak menyertai diri mereka dengan keterampilan
kerja sehingga akan sulit juga menemukan pekerjaan di kota dan akhirnya mereka
hanya akan menjadi penyumbang kepadatan penduduk dan kekumuhan kota saja.
2. Uncertainly : Sulitnya
memprediksi dengan akurat apa yang akan terjadi.
Berangkat dari permasalahan
kepadatan penduduk ini, akan sangat sulit untuk memprediksi apa yang akan
terjadi selanjutnya, apakah pemerintah mampu mengatasi permasalahan ini
sehingga berbagai permasalahan yang timbul di bantaran Kali Code ini dapat
diatasi, apakah para masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran kali menjadi
sejahtera ketika mereka berpindah tempat tinggal, apakah juga fasilitas
pelayanan publik dan ruang terbuka hijau akan mampu bertahan dan mampu
menampung semua masyarakat yang ada.
3. Complex: tantangan menjadi
lebih rumit karena multi faktor yang saling terkait.
Posisi serba salah akan
menjadi pelengkap tentang bagaimana rumitnya kasus ini untuk diselesaikan. Kita
lihat lagi keadaan di desa dimana lapangan pekerjaan sangat sempit dan hanya
terbatas pada sektor pertanian dan perkebunan, sempitnya lahan pertanian,
rendahnya upah kerja di desa, tidak tersedianya fasilitas lengkap di desa, dan
kecenderungan kehidupan yang monoton dan sulit berkembang. Dari sini, tak heran
memang kenapa banyak orang yang berbondong-bondong menuju ke kota karena ingin
memperbaiki taraf hidupnya. Pemerintah sendiri tidak bisa melarang mereka
menuju ke kota karena memang jumlah pekerjaan di desa yang juga sangat terbatas
minim. Namun, disisi lain, kurangnya keterampilan kerja, kalahnya persaingan,
dan kualitas sumber daya manusia yang rendah membuat perkotaan khusunya kawasan
bantaran Kali Code akan menjadi sangat padat dan seperti yang dijelaskan di
awal tadi dan kepadatan penduduk akan membawa masalah kependudukan yang
tentunya akan memperburuk keadaan kota.
4. Ambiguous: ketidakjelasan suatu
kejadian dan mata rantai akibatnya.
Pada akhirnya, muncul ketidakjelasan
atau kebingungan yang hal ini selalu terjadi tiap tahunnya dan tanpa henti,
pemerintah tidak melarang/membatasi urbanisasi, tetapi juga belum bisa
mengatasi masalah kependudukan di kota. Di desa, masyarakat merasa tidak ada
yang bisa dikerjakan dan tidak lengkap, tetapi justru ketika mereka di kota
mereka juga sangat sulit menemukan pekerjaan dan akhirnya hanya menjadi
penyumbang kepadatan saja yang akan berlinear ke masalah kependudukan.
Lalu, bagaimana dengan
solusinya ? ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu menyelesaikan
permasalahan yang sangat kompleks ini, yaitu.
PERELOKASIAN
WARGA YANG BERADA DI ZONA RAWAN
Relokasi adalah penataan ulang dengan tempat yang baru atau
pemindahan dari tempat lama ke tempat yang baru. Relokasi adalah salah satu
wujud dari kebijakan pemerintah daerah. Terkait masalah
perelokasian ini, Pegiat lingkungan Kali Code yang tergabung dalam Forum
Pemerhati Code (2019) menyatakan bahwa rumah warga yang menghalangi tanggul
Kali Code dan memakan sempadan kali harus segera dilakukan relokasi. Selain
itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota
Yogyakarta, Agus Tri Haryono (2019), juga mengatakan bahwa seharusnya bantaran
sungai bebas dari bangunan. Hal itu mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat No.28/2015 tentang penetapan garis sempadan sungai
dan danau.
Pemerintah
diharapkan untuk bisa segera menyosialisasikan rencana ini dan segera
membebaskan lahan milik warga yang rumah tinggalnya berada di area tanggul atau
sempadan sungai dengan adil dan tepat sasaran. Masyarakat bantaran Kali Code
juga harus menyadari bahwa penataan dan perawatan kawasan kumuh dan padat
penduduk bantaran Kali Code berupa revitalisasi permukiman dan pembentukan
kawasan ekowisata tidak akan bisa berjalan optimal jika masih banyak
rumah-rumah yang berada di area tanggul dan sempadan sungai yang akan
mengganggu proses revitalisasi dan penataan kawasan ini. Jika ini tidak bisa
dilaksanakan, kawasan bantaran Kali Code akan tetap menjadi kawasan yang kumuh
dan padat penduduk. Semua hal ini dilakukan tentunya untuk kesalamatan,
kenyamanan, dan keamanan masyarakat bantaran Kali Code. Oleh karena itu,
relokasi warga yang berada di zona rawan ini adalah langkah awal yang tepat
sebelum dilakukannya revitalisasi permukiman dan pembentukan kawasan ekowisata.
REVITALISASI
PERMUKIMAN
Revitalisasi
kawasan atau permukiman menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Republik Indonesia adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang
cenderung mati, meningkatkan nilai-nilai vitalitas yang strategis dan
signifikan dari kawasan yang masih mempunyai potensi, dan mengendalikan kawasan
yang cenderung tidat teratur. Revitalisasi bantaran Kali Code bisa dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan memperbaiki kawasan
pedestrian atau pejalan kaki. Selain pembuatan kawasan pedestrian, langkah
revitalisasi yang dikembangkan untuk menata kawasan Kali Code adalah dengan
menerapkan revitalisasi horizontal dan revitalisasi vertikal. Upaya lain untuk
bisa memaksimalkan revitalisasi permukiman ini adalah dengan mengembangkan
proses revitalisasi kawasan ini dengan menjadikan kawasan bantaran Kali Code
menjadi kawasan ekowisata yang dapat menarik wisatawan sehingga akan menambah kemampuan
ekonomi masyarakatnya dan turut menambah pendapatan daerah.
KAWASAN
EKOWISATA
Penataan
kawasan atau lingkungan kumuh merupakan suatu proses yang bertujuan untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup dengan menggunakan konsep dasar
Tridaya yang terdiri dari beberapa poin penting yakni penyiapan masyarakat
melalui pemberdayaan sosial kemasyarakatan, pendayagunaan sarana dan prasarana
yang ada di lingkungan, serta melaksanakan kegiatan usaha ekonomi masyarakat
lokal. (Beddu & Yahya, 2015). Perlunya penataan kawasan Kali Code selain
agar lingkungan menjadi bersih dan nyaman, adalah agar mampu meningkatkan
potensi masyarakatnya dalam meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi
seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya.
Oleh
karena itu, salah satu solusi efektif dalam penataan dan perawatan kawasan
kumuh dan padat penduduk bantaran Kali Code dan sebagai tindak lanjut dari
revitalisasi permukiman adalah dengan membentuk kawasan ekowisata. Pembentukan
kawasan ekowisata ini bertujuan untuk mengembangkan dan memajukan kawasan yang
berdasarkan pada konsep lingkungan. Menurut Ketua Dinas Pariwisata Kota
Yogyakarta, Wahyu Hendratmoko (2019), istilah ekowisata dapat dimaknai sebagai
proses perjalanan seorang turis ke tempat terpencil dengan tujuan utamanya
adalah untuk menikmati dan mempelajari segala hal mengenai alam, budaya, dan
sejarah suatu daerah dimana proses atau kegiatan wisatanya bisa membantu
ekonomi lokal dan mendukung kelestariaan alam. Diharapkan dengan dilakukan
penataan kawasan kumuh ini menjadi objek ekowisata dapat turut mendukung kegiatan
ekonomi masyarakat sekitar Kali Code.
Jadi,
apabila pemerintah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dan
masyarakat serta kita sebagai insan akademis dapat bersinergi bersama dalam
mengembangkan dan menjaga kawasan wisata ini dan juga turut mengembangkan
wilayah lain di sepanjang bantaran Kali Code. Daerah sepanjang bantaran Kali
Code dapat menjadi wajah atau ikon baru dari pariwisata di Yogyakarta yang
mampu mengubah wajah kumuh bantaran kali menjadi tempat wisata edukatif dan
kreatif yang nyaman, indah, tertata, serta aman.
#TantanganMasDep
#KAT2021
Referensi
:
Bappeda.
(2020). Indeks Kualitas Lingkungan Hidup DI Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. diakses pada 2 Juli 2021 pukul 19.20 WIB.
Beddu,
S., & Yahya, M. (2015). Penataan permukiman kumuh perkotaan berbasis
penataan bangunan dan lingkungan. Jurnal Jupiter.
BPS
Provinsi DI Yogyakarta (2020). Tingkat kekumuhan kawasan bantaran Kali Code.
Diakses pada 2 Juli 2021 pukul 20.03 WIB.
Kependudukan
Provinsi DI Yogyakarta (2020). Tingkat kepadatan penduduk dan kemiskinan. Diakses
pada 2 Juli 2021 pukul 19.45 WIB
Tristyana,
E. N., & Yogyakarta, U. M. (2018). Pengelolaan Sungai Code sebagai
ekowisata di Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar